Rabu, 25 April 2012

Cinta Semusim ( Komitmen )

Saya akhirnya berani bilang 'tidak' untuk sebuah cinta.


Saya sendiri masih dalam kondisi recovery sekarang. Masih proses penyembuhan. Luka saya masih berdarah. Tempo-tempo saya masih suka menangis teringat saya dan Pak Guru itu.

Saya masih sering menangis, bahkan dengan gaya bombay, kalau ingat betapa dalamnya perasaan saya. Betapa bodohnya saya yang lupa bertanya, apakahsama dalamnya dengan perasaan dia ke saya.

Tapi belakangan saya bersyukur juga nggak jadi bertanya.

Buat apa? Kan tetap nggak bisa juga kita berbuat apa-apa dengan perasaan kita itu.


Karena di atas perasaannya, dia sudah punya sesuatu yang lebih kuat. Lebih mendasar. Dan itu tidak dia tulis di postingan terkahirnya. Entah lupa. Entah sengaja.

Sesuatu itu namanya komitmen. Komitmen suci yang kedudukannya sejajar komitmen kenabiannya Musa AS di bukit Thursina.

Dan, kasihannya, komitmen itu yang sebenarnya saya rindukan. More than just a love. More Than just a Heart. Kalau hanya cinta, siapapun bisa bicara tentang itu. Bahkan orang yang sedang sekadar flirting atau summerflig saja bisa kok. Tapi tidak dengan komitmen.

Jadi benarlah. Yang sangat saya butuhkan adalah seorang laki-laki yang bukan hanya mencintai saya. Tapi juga mau berkomitmen suci dengan saya.


Sumber : Novel Cinta Semusim karyaIfa Avianti Penerbit Lingkar Pena Hal 197

0 obrolan:

Posting Komentar