Semoga tulisan ini dapat dipahami niat baiknya ;)
Pengajar
Muda, sebutan untuk Guru Masa Kini yang mengabdikan dirinya untuk
mengajar di pelosok negeri. Ada banyak program pemerintah maupun
non-pemerintah yang menaungi atau mewadahi ambisi pemuda di seluruh
negeri untuk ikut ambil bagian dalam program mengabdi satu tahun
tersebut. Sebut saja yang populer di kalangan mahasiswa UPI yaitu
program SM3T, program bapak Anies Baswedan sebelum menjadi menteri
pendidikan dn kebudayaan yaitu Indonesia Mengajar dan program-program
lain yang bisa anda temukan sendiri di situs pencarian google.com.
Setiap program memiliki ciri khas-nya tersendiri namun saya menulis
bukan untuk memaparkan ciri khas tersebut. Ini hanya hasil refleksi saya
setelah mendapatkan pertanyaan dan pernyataan baik berupa pujian maupun
sindiran tentang menjadi Pengajar Muda.
Tak banyak yang tahu
program SM3T, Indonesia Mengajar dll. Namun ada beberapa kesamaan di
antara kalimat yang orang lain sampaikan. Misalnya "Kenapa gak daftar
SM3T aja?", "Mau daftar IM lagi gak?", "Ih, berarti keren banget ya IM.
Kamu aja kalah!", "Gapapa, daftar SM3T aja kalau IM gak lolos atau
program yang khusus ke Papua sama Halmahera.", "Tuh, coba kalau mau
daftar SM3T pasti kamu lolos. Ngebet banget sih sama IM!", "Bukannya mau
ke pelosok negeri? Tuh temen mau pergi, bukan rezeki kamu.", "Jika
niatnya mencerdaskan bangsa, di Bandung juga banyak. Dimanapun kamu
berada jadilah bermanfaat!" dan "Bukan berarti anda tidak layak tapi
kami menyusun daftar kandidat dari yang paling cocok dengan program
ini."
Barangkali anda (yang membaca) memiliki persepsi sendiri
akan hal yang saya tulis di atas tersebut. Saya santai saja bukan
berarti tak memikirkan hal-hal tersebut. Saya pikir beberapa orang yang
menyampaikan pernyataan dan pertanyaan tersebut jelas tidak tahu
perbedaan sistem rekrutmen SM3T dan Indonesia Mengajar. Serta entah
mengapa ada saja orang yang senang menjatuhkan orang lain dengan kabar
bahagia orang lain.
Jika saya sekarang sama dengan saya di bulan
Januari, saya pasti akan merasa terpojokan dan terpuruk. Merasa paling
gagal, tidak berguna dan putus asa. Merasa diri sendiri adalah
satu-satunya pendaftar yang tidak lolos. Namun itu dulu.
Hari ini
saya sadar betul akan pilihan saya dan akan kepuasaaan hati saya. Saya
tidak sendiri, ada 10.000 pendaftar dari seluruh wilayah Indonesia,
putra-putri kebanggan bangsa yang memilih untuk ikut serta mencerdaskan
anak bangsa di pelosok negeri selama setahun. Meninggalkan kehidupan
nyamannya. Setidaknya saya bertemu 18 kandidat lain dari 290 kandidat
terpilih yang lolos seleksi tahap 1. Saya menemukan banyak orang dengan
sejuta harapan digenggamannya. Lalu, mengapa saya harus merasa 'remeh'?
Bukankah itu sama saja dengan meremehkan 220 kandidat lain yang juga
tidak lolos tahap 2 (?). Padahal saya sendiri tu bagaimana hebatnya
mereka.
Saat kesempatan kedua datang dengan perjuangan yang
berbeda namun sama harapannya, saya berhasil lolos 195 besar dari 8000
pendaftar. Kali ini saya tidak meremehkan diri sendiri. Karena essay
yang dibuat berbeda dengan essay seleksi sebelumnya. Dulu saya
benar-benar ingin masuk tes MCU namun kali ini saya benar-benar cukup
puas dengan 195 besar. Karena lagi-lagi saya bertemu 20 pemuda
menginspirasi dari berbagai daerah.
Kami memang tidak lolos namun
keberhasilan kami sampai tahap ini pun bukan suatu kebetulan semata. Ini
bukti nyata Indonesia masih punya banyak stok pemuda yang peduli.
Saya
tidak mendafatr SM3T bukan karena menganggapnya terlalu mudah tapi
karena saya tidak yakin dapat melewati seleksi administrasi dan tes CAT.
Jadi, anda pun tidak berhak meremehkan teman-teman saya yang mendaftar
SM3T. Tidak pula membandingkan kami ;)
Pilihan hidup kami berbeda.
Saya bisa saja memilih daftar SM3T seperti senior saya yang juga gagal
IM, mencoba program khusus Halmahera-Papua-Rote seperti teman kandidat
IM X atau seperti teman kandidat IM XI yang mencoba hingga 3 kali dan
akhirnya dipanggil. Tapi saya memilih disini, biarlah ambisi ke pelosok
negeri itu saya simpan sampai kesempatan besar datang, dengan biaya
sendiri dan ditemani suami (haha).
Saya pikir ini saatnya untuk
saya menerima kenyataan bahwa tubuh saya tak bisa lagi diajak
bernegosiasi demi ambisi diri. Saya pun menyadari kepribadian dan
kemampuan diri masih sangat perlu pembenahan sana-sini ;)
Saya yakin yang meremehkan kandidat pengar muda SM3T dan Indonesia Mengajar padti tidak pernah tahu perjuangan para kandidat.