(sebuah judul yang tabu dibahas dirumah)
Assalamu’alaikum papap, damang?
Kalimat
biasa itu mungkin sangat mudah bagi orang lain tapi tidak bagiku. Karena aku adalah
satu dari jutaan anak di dunia yang tumbuh dari keluarga yang tidak seimbang.
Papap dan mama bercerai bahkan sebelum aku masuk sekolah dasar. Alasannya sih
klasik, Papap punya istri lain tanpa sepengetahuan atau lebih tepatnya tanpa seizin
mama. Dan papap berargumen indah, dengan alasan ia membutuhkan anak laki-laki,
lucu kan?. Anak laki-laki yang memang sewajarnya diinginkan oleh setiap ayah.
Dan sayangnya itu satu-satunya hal yang tidak bisa diberikan mama, setidaknya
sampai perceraian itu datang. Usia SD, aku menjadi siswa bermasalah dan cerdas.
Haha, cerdasnya penting untuk ditulis, karena aku –katanya- cerdas dan selalu
mendapat juara kelas,sehingga keluarga beranggapan bahwa aku bukanlah anak
bermasalah yang harus diperhatikan, lebih. Oi iya, hampir lupa, Aku anak ke 3
dari 5 bersaudara, semuanya perempuan, Kakak pertamaku meninggal, setelah 8
bulan aku lahir. Kakak keduaku superduper jago cari perhatian dengan masalahnya.
Adik pertamaku tidak kalah mencuri perhatian keluarga. Adik bungsuku
jelas-jelas yang paling dimanja, tapi ia tak pernah merasakannya. Sekedar intermezzo.
Namun, Aku tidak dididik mama untuk membenci papap, berbeda dengan orang tua asuhku.
Tuh kan lupa lagi, karena mama seorang perawat yang superduper sibuk juga jadi
aku tinggal dengan kakek dan nenek, bagiku kakekku adalah ayahku. Tapi
sayangnya, aku lebih sering mendengar mereka menyalahkan papap dan mama atas
apa yang terjadi pada kami, mereka sering sekali menyinggung bahwa kami adalah
anak korban perceraian yang perlu dikasihani. Dan itu tidak membuatku nyaman.
Sampai SD, aku percaya sebenarnya papap menyayangiku, mungkin ia punya alasan tertentu
mengapa ia tidak bisa mengunjungiku.Mama juga selalu membawakan hadiah yang
katanya itu kiriman dari papap.Sebenarnya Papap pernah mengunjungiku dalam
beberapa masa, juga ada beberapa tahun dimana ia sering berkunjung. Namun satu
momen, membuat aku membencinya, benar-benar membencinya, banyak orang bilang ia
pembunuh mama. Mama meninggal 29 agustus 2005, karena sakit komplikasi. Dan ia
tidak hadir di hari pemakaman mama. Ia datang satu minggu setelahnya. Alasannya
karena keluarga mama yang meminta agar ia tidak datang dihari itu, katanya. Sampai
sekarang, aku masih bertanya-tanya, apakah papap memikirkan kami, anak
perempuannya yang baru saja kehilangan ibu mereka. Anak perempuan yang
membutuhkan pelukkannya saat sang Ibu pergi dan tak akan kembali.
Seiring
berjalannya masa penyembuhan hati kami, aku kembali menjadi anak papap yang
tidak banyak kompromi. Ok, saya skip cerita-cerita baiknya, hehe. Tahun 2009,
keluarga kakekku terkena badai ekonomi. Saat UAN, aku menginap dirumah seorang
sahabat karena keadaan rumah tidak lagi memungkinkan untuk belajar. Dihari terakhir
aku tepar, sakitnya pun tidak biasa tapi aku tak sempat memeriksakan diri
selain karena dari UAN langsung ke Ujian Pratek juga karena seluruh Keluarga
sedang fokus mengurus nenekku yang kembali masuk rumah sakit. Kemana papap saat itu? Entahlah. Masa seleksi
masuk PTN pun dimulai, aku mendaftar PMDK dan tidak lulus, lolos seleksi Talent
Scouting beasiswa UNPAD dan sayangnya ditahap akhir, aku gagal. Daftar SNMPTN
pun sama. Aku benar-benar apes atau lebih tepatnya aku tidak serius belajar.
Sepertinya aku lebih pintar saat UAN ketimbang SNMPTN. Aku benar-benar sudah
menyerah, namun keluarga menawariku untuk memilih PTS saja. Aku mendaftarkan
diri untuk UM di sebuah PTS dengan jurusan terfavorit, untuk kali ini, aku
benar-benar belajar dan LULUS. Ternyata Allah punya rencana lain, H-7 uang kuliah
simpanan kakekku terpakai untuk biaya operasi, operasi yang telah ia tolak dan
sembunyikan dari keluarga, untukku, masa depanku. Aku menangis, tentu saja. Aku
menangis karena tidak pernah terpikir aku tidak bisa kuliah. Aku menangis
karena menyadari betapa perih hati kakekku. Bodohnya aku malah mengamuk saat
itu. Maafkan aku. Aku menelepon papap untuk dicarikan solusi –Uang-. Papap
berjanji akan memberikannya sebelum hari H, tapi sampai hari dimana teman-temanku
yang lain Ospek, papap tak kunjung memberi kabar. Ok, hopeless. Dia bahkan tak
menanyakan kabarku. Luarbiasa. Tebak, akhirnya kami bertemu dimana? Di
pemakaman kakek sahabatku, itu pun tak sengaja. Dan ia bersikap seolah-olah tak
ada yang terjadi sebelumnya. Benar-benar luarbiasa. Ini menjadi titik awal, aku
berjanji tidak akan membencinya walaupun aku marah dan aku tidak akan
mempercayainya lagi. Saat kakekku meninggal dan dimakamkan, ia datang ke
pemakaman tapi tidak kerumah, ia bahkan tidak ingat bahwa hari itu juga adalah
hari ulang tahunku, anaknya. Betapa sempurnanya hari itu. Dan sejarah hampir
terulang kembali saat aku dan adik pertamaku LOLOS UM di UPI. Papap berjanji
akan membiayai kami, tapi mendekati hari H bantuaannya tak kunjung datang. Aku
tidak ingin tenggelam dalam penyesalan lagi. Aku memberanikan diri meminjam
uang ke Istri papap yang katanya kaya raya, tapi tidak bisa meminjamkan uang 14
juta padaku, anak tirinya. Karena saat itu hubungannya dengan papap sedang
tidak baik. Lalu aku menghubungi paman-pamanku, aku benar-benar memberanikan
diri sekaligus menjatuhkan harga diriku pada siapapun yang bisa membiayai
kuliahku saat itu. Pamanku ada yang marah dan menangis, marah karena aku
bersikap bodoh dengan meminjam uang sebagai pengangguran, menangis karena ..ya
siapa yang tidak terharu melihat kegigihan seorang anak perempuan yang dulunya
tidak pernah meminta uang sekalipun demi mengenyam bangku kuliah. Rencana Allah
memang selalu yang terbaik. Kami bisa membiayai kuliah dengan bantuan papap dan
paman-paman serta beberapa syarat.
Selama awal semester kuliah, kami tinggal
dirumah adiknya. Tapi kami seperti tinggal dirumah keluarga asuh yang tidak
mengenalnya. Aku kira jika aku tinggal disana papap akan sering mengunjungiku
tapi ternyata tidak. Begitupun saat pamanku mengurus perpindahan kami ke tempat
kost, papap entah sedang sibuk dengan apa. Papap termasuk orang kesekian yang
baru tahu kost-an kami di semester kedua. Semakin lama, aku merasa semakin
asing dengannya. Sempat aku merasa papap mulai memperhatikan kami, menunjukkan
kasih sayangnya. Tapi lagi lagi semuanya sirna. Papap kembali menipu kami dalam
penjualan warisan mama. Ditengah kesibukkan aktifitas kampusku, ia meminta
pulang. Betapa senangnya aku, karena akhirnya papap meminta aku pulang, itu
tandanya ia merindukanku kan. Perasaan yang melambung itu, jatuh seketika. Ternyata
yang ia perlukan bukan aku, anaknya. Yang ia butuhkan persetujuan dan tanda
tanganku saja. Tandatanganpun bisa dipalsukan.
Ia memintaku
pulang untuk pembagian waris. Just It. Benar-benar ayah yang Luar Biasa. Bahkan
aku sakitpun ia tak peduli, aku menjadi juara kelas seumur hiduppun ia tetap
tak akan peduli. Beberapa kali aku ikut oliempiade, berharap ia memberiku
semangat, hanya harapan. Aku hanya berharap ia datang ke sekolah dengan bangga
membawa Raporku. Sehebat apapun aku, ia tidak akan meninggalkan dunianya
untukku. Aku tak pernah bisa membuatnya bangga. Aku tahu hanya ada satu cara
agar ia memperhatikanku dan bangga, jika aku adalah anak laki-laki yang
berhasil. Dan itu adalah hal yang paling tidak bisa aku lakukan. Aku pernah merusak
hidup dengan menjadi anak perempuan yang cuek, tomboy, introvert dsj. Dijauhi
teman-teman dan menjadi bahan gunjingan. Sekarang, aku tidak peduli lagi,
apakah papap akan memperhatikanku atau tidak. Aku hanya ingin seperti mama,
cantik, cerdas, gaul, syar’i, bertalenta dan berhati baik. Jika papap tidak
bisa bangga padaku, it’s ok now. Jika aku tidak diakui anak oleh papap, it’s ok
now, karena mama akan selalu bangga padaku, apalagi jika ia masih ada sekarang.
Kalian tahu
kan lagunya Kelly yang Because of you dan lagu Perfect J, aku gak mau jadi kayak Kelly,
aku lebih suka nyanyiin lagu Perfect.
Atau How are
you, dad? Pastikan papap sehat, biar pas akad nikah nanti, mby gak perlu wali lain.
Papap tahu gak? Aku iri pada semua orang disekitarku yang diantar-jemput
ayahnya, yang selalu dikhawatirkan ayannya, yang selalu membanggakan ayahnya,
apapun pekerjaan dan wujud ayah mereka. Seperti saat pamanku, tak pernah absen
menelepon anak-anaknya setiap pagi dan malam,sesibuk apapun dirinya.
Aku ingin
memperbaiki semuanya, tapi terlambat pap. Aku yang sekarang sudah lebih dingin.
Aku tidak akan pernah cukup baik bagimu, sama sepertimu yang tidak baik bagiku.
I was so young, you should’ve know!. Feels like you don’t care anymore. Because
of you, I’m affraid. Think back and talk to me. I can’t pretend anymore, I’m
Sorry..Now, seems so far away.. There’s a song that inside in my soul..pouring
rain..
tegas? pernahkah berkaca, kadang apa yang kita kira kekurangan,dilihat dari 'kacamata' orang lain itu suatu kelebihan yang diinginkannya...
Dengan bertahan sebagai organisator dimana rekan lainnya tak peduli, bukankah itu tanda loyalitas yang sebenarnya..