skip to main |
skip to sidebar
Aku tertegun melihat seekor burung cantik yang terpenjara di sebuah kandang. Dia mengisyaratkan risalah yang ambigu. Aku tak pernah tahu apakah dia sedang bahagia atau bersedih. Yang aku tahu, dia sedang berkicau riang. Dan aku terkadang berperan seperti burung itu.
Ya, aku harus segera merenovasi dan merekonstruksi hati.
Benar, dulu kau seperti oasis. Dulu kau berhasil menghipnotis alam bawah sadarku dengan madu yang mampu menerbangkanku hingga langit ketujuh.
Tetapi saat ini, besok dan seterusnya aku ingin bersikap apatis. Aku tak mau lagi menikmati fatamorgana yang kau suguhkan. Bahkan untuk membayangkan siluetmu saja aku sudah marasa hipotermia.
Sekarang, aku sudah menemukan lazuardi yang tak kias lagi. Tak akan kubiarkan lagi hatiku dikudeta oleh siapapun. Karena supremasi ada di tanganku.
Tetapi saat ini, besok dan seterusnya aku ingin bersikap apatis. Aku tak mau lagi menikmati fatamorgana yang kau suguhkan. Bahkan untuk membayangkan siluetmu saja aku sudah marasa hipotermia.Sekarang, aku sudah menemukan lazuardi yang tak kias lagi. Tak akan kubiarkan lagi hatiku dikudeta oleh siapapun. Karena supremasi ada di tanganku.
0 obrolan:
Posting Komentar