Perkenalkan teman
baru saya yang juga berkenalan karena Indonesia Mengajar, Sulistyawati atau
panggil saja Ulis. Seorang alumni UPI Kampus Serang yang sedang bekerja di
kawasan Jalan Jendral Sudirman, pastinya bukan sebagai guru. Ulis merupakan
salah satu pahlawan masa kini yang rela hidupnya terganggu dan kostannya dibuat
berantakan oleh kehadiran saya. Iya, saya! Si manusia usil yang sok keren pergi
tanpa ‘protokol’ keluarga ke Jakarta. Manusia yang seumur hidupnya tinggal di
Bandung, yang seumur hidupnya pergi ke luar kota rombongan, yang baru bisa
kabur sendiri ke luar kota semasa kuliah. Judulnya menguji diri biar layak jadi
Pengajar Muda, ya ceritanya mah beda lagi :D
Awal cerita, semasa
saya sok keren mau nyari tempat tidur sekitar SCBD karena waktu keberangkatan
dengan travel itu tidak ada yang ‘pas’. Terpikir untuk mencari hotel atau
mushola atau masjid biar lebih kerasa gitu menantang hidupnya,haha. Muncullah
ide dari kawan sekostan, Via, yang menawarkan jasa untuk menghubungi temannya
di Jakarta. Satu di lebak bulus, satu lagi ya di SCBD (dan ternyata setelah
kembali ke Bandung baru menyadari bahwa saya punya banyak teman di Jakarta,
haha. Tapi ya memang sudah takdir bertemu dengan Ulis ini).
Setelah komunikasi
semi-resmi via BM dan SMS, kami pun akhirnya bertemu seperti yang dituliskan di
‘Menuju Jakarta Tanpa Peta Tanpa Jeda! Part II’. Ternyata Ulis ini termasuk
yang ramah dan rame jadi saya mudah menyesuaikan diri dan langsung akrab dalam
hitungan detik, ok guys garis bawahi
dalam hitungan detik!.
Ulis menjemput saya
di jalur keluar Halte Karet bersama seorang lelaki kece badai yang ceritanya
teman sekostan Ulis, entah teman cemceman Ulis? Haha. Ulis someah ka semah pisan! Kami langsung ceriwis dan saya langsung
bergerak ini-itu tak ingin kehilangan waktu tidur lebih lama, mengingat saat
itu sudah nyaris tengah malam.
Saya pun bercerita
tentang media pembelajaran yang belum selesai dan ide-ide yang tidak
terealisasikan (dan terealisasi oleh kandidat lain), bagai hujan hadiah dari Tuhan ternyata skripsi Ulis tentang komik dan
tentu saja dia pandai dalam hal kreasi seni rupa. Ulis pun berjanji akan
membantu dan memberikan bahan origami (tak jadi dipakai). Ulis menawari semua
makanan di kamarnya dan saya (karena tidak enak) hanya menolak, lebih tepatnya sedih
karena saya sudah berencana membawa oleh-oleh dari Bandung tapi ya batal.
Setelah mandi dan
shalat (awalnya tidak boleh mandi karena dingin tapi rasanya gerah sekali
setelah perjalanan seperempat hari itu), saya pun segera menyetrika pakaian
agar cepat tidur dengan Ulis yang katanya mau ikut begadang untuk menyelesaikan
media pembelajaran (yang ternyata di hari H, hmmmm). Meskipun Ulis mengomel
karena media pembelajaran yang menyita perhatian saya itu hanya akan digunakan dalam
7 menit. Saya pun baru sadar, haha.
Selesai menyetrika,
saya melihat Ulis tertidur nampaknya lelah sekali. Wajarlah, saat itu sudah
lewat dari jam satu malam atau pagi. Beruntunglah Ulis tipe orang yang bisa
tidur dalam keadaan lampu menyala. Jika itu saya, benar-benar akan kesulitan
tidur dan merasa terganggu, haha. Saya
pun menyelesaian media pembelajaran sendiri dan seadanya.
Sebenarnya saya
kelaparan, ya jelas! Haha tapi saya tidak berani membangunkan Ulis untuk minta
izin makan, makan makanan yang sedari tadi ditawarkan Ulis sebelum tidur. Ini adalah hal bodoh yang selalu saya lakukan
dan harus dimusnahkan!
Lewat dari jam 3
pagi, saya kembali memastikan semua perlengkapan dan pakaian serta meyakinkan
hati bahwa Allah SWT meridhoi langkah ini, terbukti dengan segala kemudahan
yang ditemukan dalam kesulitan. Ini mah
geer-nya saya :D
Saya pun
benar-benar kehausan tapi tidak berani meminum air di kamar Ulis, meskipun sebelumnya
sudah ditawari tapi ya Ulis-nya kan sedang tidur. Entahlah, etika seharusnya seperti apa, hehe. Saya berusaha
memejamkan mata meskipun perut merintih dan tenggorokan menjerit ingin diisi.
Duh, tapi ya lelah tetaplah lelah, saya pun tertidur. Setelah minggu malam
begadang entah untuk apa dan baru tertidur senin pagi, akhirnya saya pun bisa
tidur meskipun subuh harus sudah bangun.
Saya bangun subuh
dan agak menggigil, berusaha menyadarkan diri bahwa saya akan mengikuti tes
seleksi yang penting dan tak boleh terlambat sedikit pun. Mandi, shalat, cek
perlengkapan dan touch up pun
selesai. Namun saya baru menyadari sesuatu yang sangat penting! Tidak! Kerudung yang sudah saya siapkan
justru tertinggal di kamar kostan, di Bandung!. Tidak mungkin saya menggunakan
kerudung yang sebelumnya saya pakai karena itu sudah kotor dan sudah ter‘tumpuk’
dengan baju kotor.
Alhasil saya pun
meminjam kerudung Ulis tanpa menyetrikanya, kerudung yang Ulis hampir lupa
memilikinya. Sungguh saya kembali mengucap syukur pada Allah SWT, ada untungnya
batal pergi dengan travel dan batal menginap di mushola atau hotel. Hal kecil
nan besar itu cukup memakan waktu dan Ulis kebangetan
baiknya karena menyiapkan sarapan pagi lengkap, saya pun tak enak jika langsung
berangkat sedangkan itu sudah jam 6 pagi (padahal
mah emang kelaparan, haha).
Ada lagi satu hal yang
belum lengkap, Fotkopi KTP! Duh, kecil nan penting itu tertinggal saat akan di
fotokopi dan karena lagi-lagi waktu mepet jadi saya langsung bawa saja aslinya
ke Jakarta berharap menemukan fotokopi-an yang masih buka malam hari. Begitulah
gurung-gusuhnya kami, berjalan dengan
irama yang nge-beat menuju tempat
fotokopi-an, tempat yang belum tentu telah dibuka.
Waktu menunjukkan
jam setengah tujuh pagi, itu adalah targetan saya sampai di lokasi bukan baru berangkat ke lokasi sehingga
saya mulai gugup dan Ulis selalu berusaha menenangkan. Ulis selalu meminta saya
untuk santai dan mengatakan kalau semua yang saya lupakan itu karena pemikiran
yang bercabang dan fokus pada yang hilang atau kurang. Barangkali ada benarnya
juga, hehe.
Alhamdulillah,
tempat fotokopi itu buka tepat beberapa langkah lagi sebelum kami sampai. Beres
mengkopi kami pun setengah berlari menuju halte dan Ulis bilang card-nya ketinggalan, untungnya kuota
saya masih cukup jadi Ulis tidak perlu kembali ke kostan dan saya tidak perlu
kesiangan katanya. Setelah perjalanan singkat di Busway, kami pun turun di
halte sebelum halte senayan.
Ternyata setelah
dikonfirmasi, lokasi tes berada di dekat halte senayan. Kami pun kembali berlari
kecil sebelum Ulis memasuki tempat kerjanya dan saya berlari sendirian.
Subhanallah, benarlah yang ditulis salah satu Pengajar Muda di blog-nya bahwa
bisa jadi kandidat pengajar muda mandi keringat sebelum sampai di lokasi karena
salah turun kendaraan umum. Saya banget
kan?!
Setengah ngos-ngos-an saya sampai di kostan
Ulis, pulang dari tes DA dan setelah sebelumnya nyaris nyasar, haha.
Saya tanpa
basa-basi bilang ke Ulis harus segera pulang, banyak kata terimakasih dan maaf
yang berhamburan tidak jelas karena ceritanya saya sedang ditunggu kandidat
lain di halte. Sebelumnya sembari menyusuri jalan, saya mencari makanan untuk
Ulis tapi sulit sekali menemukan yang cepat saji tanpa perlu mengantri
sedangkan posisinya saya pun ditunggu. Akhirnya saya batal membeli dan berniat
menggantinya dengan uang, sialnya lagi di dompet saya hanya ada beberapa lembar
100k dan selembar 20k. Masa iya saya minta kembalian dari 100k? 20k pun
kekecilan tapi itu seharga uang menginap di kostan Ulis, ya sama aja kayak ibu
kost saya yang dulu kalau membawa teman menginap kudu bayar. Eh ternyata si Ulis ini juga udah bayarin ongkos nginepnya. Duh, semakin merasa bersalah
dan belum ngasih apa-apa tapi lagi-lagi Ulisnya bilang santai aja.
Sembari packing pulang dengan kecepatan tinggi,
Ulis meminta saya mengisi botol minum yang dari kemarin dibawa tapi dibiarkan
kosong. Saya bilang tidak perlu dan Ulis tetap mengisi botol itu dengan air
minum sembari bilang “kalau di jalan haus akan sulit lagi”. Begitupun saat
menuju halte, Ulis membeli gorengan yang banyak untuk saya dan kandidat lain,
padahal saya ingin membeli sekalian merecehkan uang untuk ongkos tapi posisi
saya saat itu sulit untuk menjangkau dompet dan Ulis tahu itu. Katanya Ulis sengaja
membelikan gorengan untuk mengganjal perut kami selama di busway sebelum sampai
di lebak bulus. Saat itu, saya pikir tidak perlu karena kami bisa saja membeli air minum dan makanan di
lebak bulus nanti (Ya, sebelum saya terperangkap dalam situasi perjalanan yang tidak
pernah terbayangkan).
Ulis mengantarkan
saya sampai halte, pokoknya adegan itu udah kayak mau nganter bocah atau keponakannya pergi kemah, haha. Setengah berlari
sembari menghamburkan kata terimakasih juga maaf ke Ulis, kami pun berpisah di
jalur masuk halte. Sedih karena belum sempat memberi hadiah dan harus berpisah
(yaelah, ahaha) begitu cepat dengan
adegan yang cepat pula.
*Epilog*
“Ini dari temen yang tadi loh!”
“Baik ya dia, temen satu kampus?”
“Bukan, dikenalin temen.”
“Baru kenal banget?”
“Iya, baru ketemu kemarin malem.”
“Baru ketemu tadi malem pas sampai di Jakarta?”
“Iya!”
“Baik banget ya!”
“Iya, itu air yang diminum juga Ulis yang paksa ngisi.
Ternyata emang perlu banget air minum sama gorengan ini.”
“Bilangin makasih ya, gorengannya berhasil ganjel perut.”
Refleksi:
Saya percaya akan
campur tangan Tuhan, pertolongan bisa datang melalui siapa saja, kapan saja dan
dimana saja. Semoga Allah SWT memberikan kehidupan yang baik untuk Ulis,
pahlawan masa kini ;)
0 obrolan:
Posting Komentar