Rabu, 04 Februari 2015

Ulis memang baik, wussss!



Perkenalkan teman baru saya yang juga berkenalan karena Indonesia Mengajar, Sulistyawati atau panggil saja Ulis. Seorang alumni UPI Kampus Serang yang sedang bekerja di kawasan Jalan Jendral Sudirman, pastinya bukan sebagai guru. Ulis merupakan salah satu pahlawan masa kini yang rela hidupnya terganggu dan kostannya dibuat berantakan oleh kehadiran saya. Iya, saya! Si manusia usil yang sok keren pergi tanpa ‘protokol’ keluarga ke Jakarta. Manusia yang seumur hidupnya tinggal di Bandung, yang seumur hidupnya pergi ke luar kota rombongan, yang baru bisa kabur sendiri ke luar kota semasa kuliah. Judulnya menguji diri biar layak jadi Pengajar Muda, ya ceritanya mah beda lagi :D

Awal cerita, semasa saya sok keren mau nyari tempat tidur sekitar SCBD karena waktu keberangkatan dengan travel itu tidak ada yang ‘pas’. Terpikir untuk mencari hotel atau mushola atau masjid biar lebih kerasa gitu menantang hidupnya,haha. Muncullah ide dari kawan sekostan, Via, yang menawarkan jasa untuk menghubungi temannya di Jakarta. Satu di lebak bulus, satu lagi ya di SCBD (dan ternyata setelah kembali ke Bandung baru menyadari bahwa saya punya banyak teman di Jakarta, haha. Tapi ya memang sudah takdir bertemu dengan Ulis ini).

Setelah komunikasi semi-resmi via BM dan SMS, kami pun akhirnya bertemu seperti yang dituliskan di ‘Menuju Jakarta Tanpa Peta Tanpa Jeda! Part II’. Ternyata Ulis ini termasuk yang ramah dan rame jadi saya mudah menyesuaikan diri dan langsung akrab dalam hitungan detik, ok guys garis bawahi dalam hitungan detik!.

Ulis menjemput saya di jalur keluar Halte Karet bersama seorang lelaki kece badai yang ceritanya teman sekostan Ulis, entah teman cemceman Ulis? Haha. Ulis someah ka semah pisan! Kami langsung ceriwis dan saya langsung bergerak ini-itu tak ingin kehilangan waktu tidur lebih lama, mengingat saat itu sudah nyaris tengah malam. 

Saya pun bercerita tentang media pembelajaran yang belum selesai dan ide-ide yang tidak terealisasikan (dan terealisasi oleh kandidat lain), bagai hujan hadiah dari Tuhan ternyata skripsi Ulis tentang komik dan tentu saja dia pandai dalam hal kreasi seni rupa. Ulis pun berjanji akan membantu dan memberikan bahan origami (tak jadi dipakai). Ulis menawari semua makanan di kamarnya dan saya (karena tidak enak) hanya menolak, lebih tepatnya sedih karena saya sudah berencana membawa oleh-oleh dari Bandung tapi ya batal. 

Setelah mandi dan shalat (awalnya tidak boleh mandi karena dingin tapi rasanya gerah sekali setelah perjalanan seperempat hari itu), saya pun segera menyetrika pakaian agar cepat tidur dengan Ulis yang katanya mau ikut begadang untuk menyelesaikan media pembelajaran (yang ternyata di hari H, hmmmm). Meskipun Ulis mengomel karena media pembelajaran yang menyita perhatian saya itu hanya akan digunakan dalam 7 menit. Saya pun baru sadar, haha.

Selesai menyetrika, saya melihat Ulis tertidur nampaknya lelah sekali. Wajarlah, saat itu sudah lewat dari jam satu malam atau pagi. Beruntunglah Ulis tipe orang yang bisa tidur dalam keadaan lampu menyala. Jika itu saya, benar-benar akan kesulitan tidur dan merasa terganggu, haha.  Saya pun menyelesaian media pembelajaran sendiri dan seadanya.

Sebenarnya saya kelaparan, ya jelas! Haha tapi saya tidak berani membangunkan Ulis untuk minta izin makan, makan makanan yang sedari tadi ditawarkan Ulis sebelum tidur.  Ini adalah hal bodoh yang selalu saya lakukan dan harus dimusnahkan!

Lewat dari jam 3 pagi, saya kembali memastikan semua perlengkapan dan pakaian serta meyakinkan hati bahwa Allah SWT meridhoi langkah ini, terbukti dengan segala kemudahan yang ditemukan dalam kesulitan. Ini mah geer-nya saya :D

Saya pun benar-benar kehausan tapi tidak berani meminum air di kamar Ulis, meskipun sebelumnya sudah ditawari tapi ya Ulis-nya kan sedang tidur. Entahlah, etika seharusnya seperti apa, hehe. Saya berusaha memejamkan mata meskipun perut merintih dan tenggorokan menjerit ingin diisi. Duh, tapi ya lelah tetaplah lelah, saya pun tertidur. Setelah minggu malam begadang entah untuk apa dan baru tertidur senin pagi, akhirnya saya pun bisa tidur meskipun subuh harus sudah bangun.

Saya bangun subuh dan agak menggigil, berusaha menyadarkan diri bahwa saya akan mengikuti tes seleksi yang penting dan tak boleh terlambat sedikit pun. Mandi, shalat, cek perlengkapan dan touch up pun selesai. Namun saya baru menyadari sesuatu yang sangat penting! Tidak! Kerudung yang sudah saya siapkan justru tertinggal di kamar kostan, di Bandung!. Tidak mungkin saya menggunakan kerudung yang sebelumnya saya pakai karena itu sudah kotor dan sudah ter‘tumpuk’ dengan baju kotor. 

Alhasil saya pun meminjam kerudung Ulis tanpa menyetrikanya, kerudung yang Ulis hampir lupa memilikinya. Sungguh saya kembali mengucap syukur pada Allah SWT, ada untungnya batal pergi dengan travel dan batal menginap di mushola atau hotel. Hal kecil nan besar itu cukup memakan waktu dan Ulis kebangetan baiknya karena menyiapkan sarapan pagi lengkap, saya pun tak enak jika langsung berangkat sedangkan itu sudah jam 6 pagi (padahal mah emang kelaparan, haha).  

Ada lagi satu hal yang belum lengkap, Fotkopi KTP! Duh, kecil nan penting itu tertinggal saat akan di fotokopi dan karena lagi-lagi waktu mepet jadi saya langsung bawa saja aslinya ke Jakarta berharap menemukan fotokopi-an yang masih buka malam hari. Begitulah gurung-gusuhnya kami, berjalan dengan irama yang nge-beat menuju tempat fotokopi-an, tempat yang belum tentu telah dibuka. 

Waktu menunjukkan jam setengah tujuh pagi, itu adalah targetan saya sampai di lokasi bukan baru berangkat ke lokasi sehingga saya mulai gugup dan Ulis selalu berusaha menenangkan. Ulis selalu meminta saya untuk santai dan mengatakan kalau semua yang saya lupakan itu karena pemikiran yang bercabang dan fokus pada yang hilang atau kurang. Barangkali ada benarnya juga, hehe.

Alhamdulillah, tempat fotokopi itu buka tepat beberapa langkah lagi sebelum kami sampai. Beres mengkopi kami pun setengah berlari menuju halte dan Ulis bilang card-nya ketinggalan, untungnya kuota saya masih cukup jadi Ulis tidak perlu kembali ke kostan dan saya tidak perlu kesiangan katanya. Setelah perjalanan singkat di Busway, kami pun turun di halte sebelum halte senayan. 

Ternyata setelah dikonfirmasi, lokasi tes berada di dekat halte senayan. Kami pun kembali berlari kecil sebelum Ulis memasuki tempat kerjanya dan saya berlari sendirian. Subhanallah, benarlah yang ditulis salah satu Pengajar Muda di blog-nya bahwa bisa jadi kandidat pengajar muda mandi keringat sebelum sampai di lokasi karena salah turun kendaraan umum. Saya banget kan?!

**Kita lewati bagian saya menuju lokasi sendiri sampai pulang tes DA**

Setengah ngos-ngos-an saya sampai di kostan Ulis, pulang dari tes DA dan setelah sebelumnya nyaris nyasar, haha.

Saya tanpa basa-basi bilang ke Ulis harus segera pulang, banyak kata terimakasih dan maaf yang berhamburan tidak jelas karena ceritanya saya sedang ditunggu kandidat lain di halte. Sebelumnya sembari menyusuri jalan, saya mencari makanan untuk Ulis tapi sulit sekali menemukan yang cepat saji tanpa perlu mengantri sedangkan posisinya saya pun ditunggu. Akhirnya saya batal membeli dan berniat menggantinya dengan uang, sialnya lagi di dompet saya hanya ada beberapa lembar 100k dan selembar 20k. Masa iya saya minta kembalian dari 100k? 20k pun kekecilan tapi itu seharga uang menginap di kostan Ulis, ya sama aja kayak ibu kost saya yang dulu kalau membawa teman menginap kudu bayar. Eh ternyata si Ulis ini juga udah bayarin ongkos nginepnya. Duh, semakin merasa bersalah dan belum ngasih apa-apa tapi lagi-lagi Ulisnya bilang santai aja.

Sembari packing pulang dengan kecepatan tinggi, Ulis meminta saya mengisi botol minum yang dari kemarin dibawa tapi dibiarkan kosong. Saya bilang tidak perlu dan Ulis tetap mengisi botol itu dengan air minum sembari bilang “kalau di jalan haus akan sulit lagi”. Begitupun saat menuju halte, Ulis membeli gorengan yang banyak untuk saya dan kandidat lain, padahal saya ingin membeli sekalian merecehkan uang untuk ongkos tapi posisi saya saat itu sulit untuk menjangkau dompet dan Ulis tahu itu. Katanya Ulis sengaja membelikan gorengan untuk mengganjal perut kami selama di busway sebelum sampai di lebak bulus. Saat itu, saya pikir tidak perlu karena kami bisa saja membeli air minum dan makanan di lebak bulus nanti (Ya, sebelum saya terperangkap dalam situasi perjalanan yang tidak pernah terbayangkan).

Ulis mengantarkan saya sampai halte, pokoknya adegan itu udah kayak mau nganter bocah atau keponakannya pergi kemah, haha. Setengah berlari sembari menghamburkan kata terimakasih juga maaf ke Ulis, kami pun berpisah di jalur masuk halte. Sedih karena belum sempat memberi hadiah dan harus berpisah (yaelah, ahaha) begitu cepat dengan adegan yang cepat pula.

*Epilog*

“Ini dari temen yang tadi loh!”
“Baik ya dia, temen satu kampus?”
“Bukan, dikenalin temen.”
“Baru kenal banget?”
“Iya, baru ketemu kemarin malem.”
“Baru ketemu tadi malem pas sampai di Jakarta?”
“Iya!”
“Baik banget ya!”
“Iya, itu air yang diminum juga Ulis yang paksa ngisi. Ternyata emang perlu banget air minum sama gorengan ini.”
“Bilangin makasih ya, gorengannya berhasil ganjel perut.”

Refleksi:
Saya percaya akan campur tangan Tuhan, pertolongan bisa datang melalui siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Semoga Allah SWT memberikan kehidupan yang baik untuk Ulis, pahlawan masa kini ;)

0 obrolan:

Posting Komentar