Kamis, 12 Maret 2015

Teman Hidup

377849-inuyasha4Suatu senja di tanah pengasingan, kami duduk di selasar asrama. Tanpa basa-basi dan tanpa pula menoleh kepadaku, masih dengan tatapan lurus ke depan seolah menatap asa, ia berkata...
"Katanya, aku hanya baik untuk menjadi teman. Seseorang untuk bertukar cerita dan berbagi tawa, bukan teman hidup. Bukan pula sosok wanita untuk dilindungi atau sekedar diberi sandaran bahu jika menangis..."
Aku hanya menoleh kepadanya tanpa berkata apapun namun dengan tatapan penuh tanya, tanya yang sebenarnya tak perlu penjelas.
"Tapi barangkali ada pendapat lain dari seseorang yang belum ku ketahui. Seseorang yang akan tertarik untuk melihat semua warna diri dan menemani semua suasana hati. Mungkin ada.." lanjutnya.
Dalam gerakan lambat, ia menjatuhkan kepalanya di bahuku dan juga air mata di bajuku. Aku hanya meliriknya sekilas kemudian menghela nafas. Lirih aku berkata...
"Oneday, we will meet them! InshaAllah"
Aku pun ikut memandangi asa di langit senja, masih dengan posisi yang sama. Teringat sebuah testimoni dari washington post book world untuk Sheila; Luka Hati Seorang Gadis Kecil.
"...Inilah ketakutan universal, perasaan bahwa kita tidak cukup pantas untuk dicintai, juga ketidakmampuan universal untuk mengungkapkan sumber penderitaan/kesedihan."

0 obrolan:

Posting Komentar