Jumat, 30 Januari 2015

Menuju Jakarta Tanpa Peta Tanpa Jeda! part II

Masih serangkaian cerita #JadiPM angkatan X dengan cerita awal part I )


Ok, kita lanjut ke cerita di dalam bus Primajasa Tasik - Lebak Bulus. Saya duduk menahan dingin dan menahan rasa parno. Menatap lembayung dari Jalan Gerbang Tol Cileunyi. Saya suka senja, senja selalu penuh harapan!

Senja, artinya saya harus bersiap dengan akomodasi mata yang menurun serta kondisi tubuh yang kelelahan. Saya benar-benar mengantuk! Tapi sulit untuk tidur karena seorang Ibu berkurudung panjang, berwajah muram dan memagang tas di dalam kerudungnya mulai meningkatkan level parno imajinasi saya. Saya kencangkan sabuk keberanian dengan duduk di jok tengah (dari jok tiga) dan menaruh tas (yang bodohnya pake bawa goody bag segala) di sebelah kanan dekat jendela, tepat di bawah AC yang bocor.

Saya berusaha tersenyum namun tak berbalas, baiklah. Saya coba memejamkan mata namun sedikit saja suara dan gerakan menyadarkan, lebay emang!. Akang UNPAD dan bapak-bapak di belakang saya masih sibuk mengobrol sampai si bapak bilang, 
"Saya udah ngantuk nih, capek dari perjalanan jauh jadi ingin tidur dulu. Wilujeng istirahatnya!"

Klarifikasi dulu deh, ini bapak yang memulai obrolan dan dia juga yang terus mengajak akang UNPAD itu mengobrol meskipun yang terdengar oleh saya justru akang tersebut menjawab seperlunya seolah tidak ingin bertanya balik atau memperpanjang pembicaraan. Ada ya yang seperti ini?

..dan ada juga yang seperti saya setia menguping.

Saya menyalakan HP yang sedari tadi dimatikan, ternyata banyak yang mengirimkan do'a agar saya selamat di perjalanan juga melaksanakan tes dengan sukses. Entah sukses yang dimaksud apa, haha. Termasuk pesan dari Silvia Yuliana (Singkat saja, Via. Teman sekostan juga setempat kerja yang mencarikan saya penginapan di Jakarta) yang menanyakan apakah saya sudah menghubungi Ulis (Si pemilik kamar kost di Jakarta) atau belum. Begitupun Ulis yang BM-nya sedang off hanya bisa dihubungi via telepon dan SMS memenuhi inbox, lagi-lagi saya membuat orang lain khawatir. Ini menyebalkan!

Di antara pesan itu terselip chat BM dengan Gina (Teman di Cileunyi itu) yang isinya, 
"Harusnya tadi kita pelukan dulu!"
Duh, dia benar-benar niat menambah drama cerita ini, haha. Cukuplah membuat saya ingin tertawa kecil. Kembali ke kenyataan di bus yang sedang saya alami. Ibu yang saya takuti tadi tertidur dan sepertinya hampir terjatuh ke samping kiri karena tak ingin bersender ke saya. Dilema-lah saya, akhirnya saya putuskan merubah posisi duduk ke sebelah kanan dekat jendela dan tas saya simpan di tengah (lebih tepatnya nempel ke saya) agar Ibu tersebut dapat ruang yang lebih luas tapi yaaaaah miscommunication makes misunderstanding. Karena Ibu tersebut malah menatap saya sekilas dengan sinis, barangkali dikira saya tidak ingin dekat-dekat ya?.

Saya pun duduk di dekat jendela di bawah AC yang bocor, mengapa saya tidak pindah? karena tidak ada lagi. Kenapa tidak lapor? karena ya karena saya pikir saat itu tidak akan berguna atau memang otak saya tidak berguna saat itu :D

Tiba-tiba otak saya yang (mungkin) sedang koslet itu terpikirkan satu ide aneh, saya menarik tirai jendela untuk sedikit menahan udara dingin yang menusuk dari atas itu, bayangkanlah seperti tidur di bawah tenda, haha. Saya sudah tidak peduli dengan pendapat orang lain, satu hal yang pasti saya menggigil dan orang di belakang saya tahu AC-nya bocor. Bahkan HP saya yang di simpan dalam goody bag pun berubah jadi dingin. 

Akhirnya saya bisa tidur beberapa menit namun terbangun lagi, mengecek HP, menatap waktu, memandang keluar, memastikan saya selamat. Sudah lewat purwakarta, mungkin. Ingin membaca buku tapi cahaya tidak mendukung, saya kembali melamun, menyibukkan diri dengan pemikiran sampai Jakarta dengan selamat dan menikmati hari esoknya. Saya berpikir, bagaimana perjalanan kandidat lainnya untuk datang ke tes seleksi DA Indonesia Mengajar?

Saya berjanji ke Ulis akan menghubunginya setelah keluar dari tol, setelah di Lebak Bulus, setelah naik Busway dan setelah turun dari Busway. Sederhana! Bayangan saya sederhana karena saya tidak tahu jalurnya, saya sempat melihat di google map jalur perjalanan tapi saat berada di jalan, saya justru tidak dapat membayangkan jalurnya. Baterai HP yang semakin mendekati titiik nadirnya, benar-benar membuat saya harus bisa jalan sendiri (sebelumnya sempat tanya sana-sini, setiap tanda tempat dan waktu yang diperlukan) tapi menghubungi siapapun. Akhirnya, setelah melewati Pasar Rebo dan RS. Fatmawati saya tanya ke salah seorang Bapak di sebelah saya, (btw, saya sudah tidak lagi duduk bersama Ibu muram tersebut, kami memilih jalan masing-masing, haha)
"Maaf Pak, bus ini benar-benar akan turun di Lebak Bulus kan ya?"
Pertahan sok keren, sok berpengalaman pun runtuh.

Saya diminta maju mendekati mamang kenek dan melanjutkan pertanyaan mengenai busway. Alhamdulillah, beliau berbaik hati menjelaskan teknis jika nanti saya turun dari bus tersebut. Yang dinanti pun tiba! Saya turun di Lebak Bulus dengan selamat, yeah! 

Saya mencari tangga menuju shelter busway namun tetiba salah seorang bapak pedagang atau ojeg, lupa, bilang
"Naik aja ke situ dek, lewat benjolan itu!"
Ok, saya dipanggil dek dan mungkin terlihat bingung. Tapi saya mendadak tersadar bahwa yang dimaksud benjolan itu adalah bagian dari shelter untuk penumpang naik ke busway dan di bawahnya ada bagian yang sedikit menonjol. Ok, fyi aja itu posisinya saya pakai rok dengan tas dan barang bawaan lainnya. Ah, tapi kan si saya mah tangguh! Saya seriusan naik seperti orang yang keluar dari kolam renang (kebayang kan?). Peduli amat pendapat orang, saya kembali jalan dangan anggun. 

Asli nih, baru kepikiran! Emang beneran gak ada tangga gitu disitu atau karena akomodasi mata yang gak sadar ada tangga? zzzz!

Melihat busway ke arah Harmoni yang sudah datang, saya segera berlari dan tertahan. Beli karcis dimana? dan setelah tanya petugasnya, saya mendapat informasi bahwa sekarang busway pakai e-ticket. Semacam card gitu dan harganya 40k, dih padahal saya cuma mau sekali pake busway! (pikir saya saat itu dan tetap saya beli demi hidup berlanjut, haha)

Saya berlari (yang sebenarnya gak perlu juga) dan segera mencari tempat untuk menggesakan kartu karena petugasnya bilang tinggal digesek, serius!. Setelah sesat nampak bodoh, seorang petugas mengambil kartu saya dan meng-tap-nya tepat di tempat saya mencari tadi. Zzz, malu bray!

Saya pun naik busway dengan perasaan waswas sekaligus bahagia karena sebentar lagi akan sampai,sebentar lagi bisa shalat, sebentar lagi istirahat, sebentar lagi saya bisa menyetrika baju untuk esoknya. Dan sebentar lagi itu nyatanya lebih dari satu jam!

Jam 10pm saya belum sampai di shelter Harmoni. Waswasnya saya itu karena mendengar banyak cerita negatif dari naik busway malam hari, apalagi ketika masuk saya perempuan sendirian dengan satu penumpang laki-laki dan dua orang petugas. Namun saya mendapat penjagaan dari petugas yang tidak mengizinkan penumpang (laki-laki) lain yang baru masuk untuk duduk di dekat saya. Memang di busway ada area khusus perempuannya. Sebelum sampai Jakarta pun saya sudah diperingatkan untuk hanya duduk di area perempuan kalau naik busway. 

Saya memandang sekeliling, juga seraya berdo'a mengucap syukur masih selamat dan masih diberi perlindungan. Memasuki wilayah yang semakin dekat dengan Harmoni, semakin banyak penumpang baru yang naik. Setelah terjebak macet dan perjalan lebih dari sejam tersbeut sampailah saya di shelter Harmoni yang ternyata masih ramai,terlalu ramai untuk jam malam menurut saya. 

Kembali seperti orang aisng, saya bertanya ke petugas jalur yang harus di ambil untuk ke Shelter Karet. Akhirnya saya mendapatkan busway, mendapatkan tempat duduk di tengah ramainya perempuan yang baru pulang atau pergi, entahlah karena mereka nampak rapih. 

Di dalam bus, AC-nya terasa dingin, rasa-rasanya saya kembali ke suasana tubuh menggigil dengan ekspektasi bahwa perjalanan ini akan selama perjalanan dari lebak bulus ke harmoni tadi. Ternyata lebih dekat! Yeah!

Tapi, sebenarnya saya belum pernah bertemu dengan Ulis dan tidak tahu wajahnya, haha. Seorang wanita muda berkerudung berdiri di jembatan penyebrangan shelter karet tersebut. Saya pikir itu Ulis tapi dia seolah tak sedang menanti. Saya pun naik semakin atas ke jembatan, bingung pilih jalur kanan atau kiri. Sejenak saya mengambil potret jalanan Jendral Sudirman yang mulai lenganga di malam hari, jam 11pm. *potret menyusul*

Beberapa saat saya tersadar dari Euforia sampai di Shelter Karet tersebut bahwa saya phobia ketinggian, lutut saya mulai melemas dan keringat dingin mulai menyatu dengan peluh lainnya. Ah, tidak!
Saya pun memilih kembali turun ke shelter, menenangkan diri. Setelah mendapat konfirmasi posisi dari Ulis, saya pun beranjak menghampiri Ulis. Masih dengan rasa takut yang sama namun mulai memudar ketika melihat mereka yang tertidur beralaskan koran. Gusti, ini paling menyakitkan ketika kita tahu kenyataan tapi tidak berbuat apa-apa untuk membantu menyelesaikannya!

Dan itupun menyadarkan saya bahwa saya belum makan dari sepulang sekolah, belum minum dari berangkat tadi. Oh, tiba-tiba saya kelaparan!

Menuruni tangga dari jalur penyebrangan sembari memastikan setiap wajah perempuan yang berpapasan (lagi-lagi karena akomodasi mata saya di malam hari kurang baik tapi InsyaAllah mata ini selalu membantu saya untuk terus hidup) di pinggir jalan, tidak lebih dari lima langkah, seorang wanita muda dan lelaki muda,tersenyum nanggung dan menatap saya dari atas ke bawah, bawah ke atas dengan ekspresi berpikir. Lalu seperti di film lawas, kami bersamaan bilang..

"Ulis bukan ya?""Febby ya?"

Kami pun mengembangkan senyum, Alhamdulillah


0 obrolan:

Posting Komentar